Minggu, 12 Oktober 2008

Tempurung kelapa, idola yg terlupakan


SERBUK TEMPURUNG KELAPA

Permintaan akan serbuk tempurung terus meningkat dari waktu ke waktu, baik dari luar negeri maupun untuk kebutuhan dalam negeri. Untuk kebutuhan dalam negeri saja, diperkirakan kekurangan tidak kurang dari 1.200 ton/bulan.
Permintaan dalam negeri antara lain untuk Industri Obat Nyamuk di Surabaya, Semarang, Tegal dan Jabotabek.


POTENSI KELAPA

Indonesia memiliki hamparan perkebunan Kelapa terluas di dunia – bersaing dengan Philipina. Namun dari sisi perolehan devisa, Indonesia kalah jauh dari Philipina maupun Negara-negara lain. Hal itu terjadi karena sebagian besar hasil sumberdaya ala mini belum diolah secara maksimal. Bahkan beberapa Negara mengambil mentah bahan Kelapa dari Indonesia untuk diolah menjadi produk lanjut dengan value added yang tinggi, untuk diekspor kembali termasuk ke Indonesia.
Bahkan karena nilai ekonomi yang rendah, maka sebagian besar tanaman kelapa di Indonesia tidak tersentuh perhatian yang memadai, dari masyarakat maupun Pemerintah. Tidak cukup ada rehabilitasi, peremajaan maupun antisipasi terhadap hama tanaman.
Di Pulau Jawa, dimana jumlah penduduk seimbang dengan sumberdya kelapa, memang harga kelapa segar relatif tinggi, untuk konsumsi langsung.
Namun di daerah-daerah yang potensi kelapanya jauh lebih besar dibanding penduduk, kelapa diolah menjadi kopra dengan teknik tradisional. Di sebagian tempat bahkan hasil kelapa dibiarkan jatuh membusuk. Karena nilai tambah yang diperoleh dari kopra tidak cukup menarik secara ekonomi.

POTENSI TEMPURUNG

Di basis-basis Petani Kopra – mulai dari Halmahera sampai Natuna dan Aceh – hasil samping dari industri Kopra, yakni Tempurung, kebanyakan tidak ada pengolahan lanjut. Hanya di beberapa tempat, tempurung diolah menjadi Arang dengan teknik tradisional dengan nilai tambah yang rendah.
Di berbagai tempat, Tempurung itu bertumpuk bertahun-tahun, kalau tidak dibakar begitu saja hanya sekedar untuk membersihkan.
Setiap tahun tidak kurang ada 2.600.000 ton tempurung dari perkebunan rakyat; sedangkan dari Perkebunan Negara dan Swasta 60.000 ton. Pada saat yang sama, volume ekspor Arang Tempurung 9.500 ton.
Hal itu menunjukkan bahwa dari sisi ketersediaan bahan baku, Industri Pengolahan Tempurung bias dikembangkan secara massif di berbagai tempat di Indonesia, untuk menciptakan lapangan kerja maupun untuk meraih nilai tambah yang tinggi.
Sedangkan dari sisi pasar, semua tahu bahwa krisis energi yang terjadi di seluruh dunia ( yang terlanjur dimanjakan oleh bahan bakar mineral) akan dengan sendirinya membuka peluang bagi Bahan Bakar Nabati ( BBN ) dalam berbagai bentuk.

RENCANA USAHA

Usaha yang direncanakan adalah mendirikan Industri Pengolahan Tempurung dengan skala produksi yang ekonomis, di berbagai tempat.
Skala yang dinilai ekonomis ( terutama dari sisi kedekatan dengan bahan baku ) adalah 2 ton – 5 ton/perhari.
Untuk skala 2 ton/hari, diperlukan Investasi Rp 370 juta dengan proyeksi keuntungan bersih/tahun Rp 260 juta. Dengan demikian, payback periode akan tercapai tidak sampai 2 tahun.
Agar bisa dilakukan efisiensi lebih lanjut, akan lebih baik jika secara simultan usaha ini didirikan di beberapa tempat yang jalur angkutan antar pulaunya bisa disatukan.

Karena itu direncanakan untuk mendirikan 10 (sepuluh) unit Industri di 2 kawasan; 5 unit di Pulau Natuna dan 5 unit di Sulawesi Selatan. Ke-10 unit tersebut bisa dibangun secara simultan dengan koordinasi di Jakarta.
Untuk Pemasaran, ada 2 sasaran utama yang dalam posisi ‘mencari’ produk, yakni pasar dalam negeri (Surabaya, Semarang, Jabotabek) dan permintaan dari Australia.

PILIHAN LOKASI USAHA

1. Natuna Kelarik di Kecamatan Bunguran Utara Natuna Kepri.
2. Natuna Jemaga di Kecamatan Bunguran Selatan Natuna Kepri.
3. Natuna Tanjung di Kecamatan Bunguran Timur Natuna Kepri.
4. Natuna Seluan di Kecamatan Bunguran Utara Natuna Kepri.
5. Natuna Midai di Kecamatan Midai Natuna Kepri.
6. Pinrang Batulapa di Kabupaten Pinrang Sulsel
7. Pinrang Pekabata di Kabupaten Pinrang Sulsel
8. Pinrang Duampanua di Kabupaten Pinrang Sulsel
9. Luwu di Kabupaten Luwu Sulsel.
10. Majene di Kabupaten Majene Sulsel





ANALISA KELAYAKAN

Per-Unit Produksi

Skala 2.000 kg / hari; rendemen 75 %

BIAYA PRODUKSI Rp 1.200.000,-

1. Pembelian Bahan (2.000 kg X Rp 400,- ) Rp 800.000,-
2. BBM ( 20 ltr X Rp 8.000,- ) Rp 160.000,-
3. Tenaga Kerja ( 6 org X Rp 40.000, - ) Rp 240.000,-

BEBAN PEMASARAN Rp 750.000,- ( 1.500 kg X Rp 500,- )

TOTAL BIAYA Rp 1.950.000,-
PENJUALAN Rp 3.600.000,- (1.500 kg X Rp 2400,-)
MARGIN BERSIH Rp 1.650.000,-

ANALISA KELAYAKAN

Per-Unit Pabrik

Skala 2.000 kg/hari; rendemen 75 %; 25 hari/bulan.
a. BIAYA PRODUKSI Rp 30.000.000,-
1. Pembelian Bahan (25 X 2.000 kg X Rp 400,-) Rp 20.000.000,-
4. BBM (25 X 20 ltr X Rp 8.000,- ) Rp 4.000.000,-
5. Tenaga Kerja (25 X 6 X Rp 40.000,- ) Rp 6.000.000,-
MANAJEMEN Rp 15.000.000,-
PENYUSUTAN ( 3 tahun ) Rp 4.500.000,-
BEBAN PEMASARAN ( 37.500 kg X Rp 500,- ) Rp 18.750.000,-
TOTAL BIAYA Rp 68.250.000,-
PENJUALAN ( 37.500 kg X Rp 2400,-) Rp 90.000.000,-
MARGIN BERSIH Rp 21.500.000,- (23,9%)
USAHA PRODUKSI
SERBUK TEMPURUNG KELAPA

Pra-Investasi Rp 17.000.000,-
1. Survei dan penentuan lokasi Rp 12.000.000,-
2. Kelembagaan usaha Rp 5.000.000,-
Investasi Rp 230.000.000,-
3. Lahan ( 2.000mú X Rp 10.000,- ) Rp 20.000.000,-
4. Bangunan ( 100mú X Rp 500.000,- ) Rp 50.000.000,-
5. Alat Produksi umur teknis 3 th Rp 89.000.000,-
6. Kendaraan Pabrik ( 3 X Rp 17.000.000,- ) Rp 51.000.000,-
7. Sarana Manajemen meubelair, komputer,dll Rp 20.000.000,-
Modal Kerja Rp 117.000.000,-
8. Pengadaan Bahan ( 3 X Rp 20.000.000,- ) Rp 60.000.000,-
9. Naker dan BBM ( 3 X Rp 4.000.000,- ) Rp 12.000.000,-
10. Manajemen ( 3 X Rp 15.000.000,- ) Rp 45.000.000,-

TOTAL Rp 364.000.000,-
Profit Making
11. Target Produksi/th 12 X 37.500 kg = 450.000 kg
12. Biaya Pokok Produksi/th* (12 X Rp68.250.000,-) Rp 819.000.000,-
13. Penjualan/th (12 X Rp90.000.000,-) Rp 1.080.000.000,-
14. Margin/th Rp 261.000.000,-